Ada yang menarik dari pencabutan ijin frekuensi BOLT (PT.Internux) pada tanggal 19 November 2018 dikarenakan menunggak Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Beberapa hari sebelum pencabutan ijin, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengesahkan akta perdamaian hasil voting PKPU PT.Internux . Didalam perdamaian tersebut utang PNPB Internux terhadap pemerintah (Kominfo) termasuk yang direstrukturisasi hingga 30 tahun tanpa pencabutan ijin (Kontan 6 Desember 2018 Pkl18:10). Pada kenyataannya Kominfo tidak mau tunduk pada akta perdamaian yang disahkan dimaksud dan tetap mencabut ijin BOLT berdasarkan utang PNBP tertunggak. Peluang BOLT sebagai debitur untuk mendapatkan keringanan PNBP melalui PKPU menjadi sirna seketika . Isu yang menjadi menarik dalam hal ini adalah apa sebenarnya posisi PNBP pada proses PKPU pada umum nya? Dapatkah PNBP direstrukturisasi melalui PKPU ?
RESTRUKTURISASI VERSI PKPU DAN KEDUDUKAN KREDITUR
Antara PKPU dengan restrukturisasi adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Setiap debitur dalam PKPU diwajibkan untuk menyediakan rencana perdamaian untuk dibahas dan diputuskan oleh Kreditor. Pasal 222 UU Kepailitan menegaskan maksud dari PKPU, baik yang dimohonkan oleh debitur maupun kreditur, yaitu untuk memungkinkan debitur mengajukan rencana perdamaian. Pasal 230 UU Kepailitan menegaskan bahwa pada saat jatah jangka waktu PKPU telah habis sementara rencana perdamaian belum tercapai maka debitur jatuh pailit.
Dalam praktek nya setiap debitur yang gagal mengajukan rencana perdamaian langsung dinyatakan pailit. Demikian pula apabila rencana perdamaian nya ditolak, atau diterima tetapi gagal mendapatkan pengesahan maka serta merta debitur dinyatakan pailit.
Perdamaian yang disahkan tersebut lah sebagai wujud dari suatu restrukturisasi. Karena itu PKPU dapat menjadi pisau bermata dua satu sisi menjadi cara restrukturisasi untuk penyehatan disisi lain, jika gagal, akan menjadi jalan cepat menuju pailit. Pertanyaan penting bagi kreditor adalah apakah seluruh kreditor wajib tunduk kepada restrukturisasi kredit hasil PKPU ? Pertanyaan ini menjadi penting karena akan mempengaruhi isi rencana perdamaian. Apakah skenario perdamaian dapat pula mencantumkan rencana penyelesaian PNBP didalam nya ? Apakah penagih PNBP wajib tunduk pada hasil voting ?
PNBP DAN RESTRUKTURISASI HASIL PKPU
Setiap terjadi PKPU operator telekomunikasi akan melibatkan Kementerian Kominfo sebagai salah satu kreditur yang mendaftarkan tagihan PNBP yang dikelola nya. Apakah dengan kehadiran nya berarti pemerintah akan tunduk pada posisi utang piutang versi restrukturisasi hasil PKPU ? Dari berbagai keberatan dan komentar pemerintah sebelum pencabutan ijin terlihat bahwa pemerintah ragu-ragu tentang kedudukan mendahului yang dipegang nya.
Untuk memperjelas siapa yang akan terikat pada perjanjian perdamaian maka perlu ditelusuri apa yang diatur dalam Pasal 162 UU Kepailitan yang berbunyi “ Perdamaian yang disahkan berlaku bagi semua kreditor yang tidak mempunyai hak untuk didahulukan, dengan tidak ada pengecualian, baik yang melibatkan diri pada kepailitan maupun tidak”. Benar bahwa ketentuan pasal 162 bukanlah mengatur perdamaian dalam PKPU namun ketentuan Pasal 292 UU Kepailitan menggambarkan bahwa perdamaian dalam kepailitan maupun dalam PKPU memiliki posisi dan status hukum yang sama. Berdasarkan argumentasi ini maka kedudukan PNBP memiliki peluang untuk dikeluarkan dari penundukan terhadap hasil restrukturisasi versi PKPU karena kedudukan PNBP sebagai tagihan nyata-nyata bukanlah tagihan biasa melainkan tagihan dengan hak untuk didahulukan vide 1137 KUH Perdata.
Selain itu kedudukan tagihan PNBP memberikan kewenangan kepada Kementerian/Istansi tertentu untuk menjadi pengelola nya. Dalam hal ini nyata bahwa pejabat tata usaha Negara instansi tertentu dibebani kewenangan untuk melakukan pengelolaan atas nya dengan ancaman sanksi atas kelalaian (Pasal 35 UU No.9 Tahun 2018 tentang PNBP). Timbul pertanyaan apakah pejabat TUN dimaksud diberi kewenangan untuk melakukan persetujuan atau ketidak setujuan atas rencana perdamaian ? Bukankah tagihan PNBP sifat nya non negotiable ? Lebih jauh lagi jelas bahwa tagihan PNBP yang tidak dibayar memang membebani pejabat TUN untuk mencabut ijin yang terkait.
Dari perkembangan kasus BOLT kita mendapatkan perspektif yang lebih terang bahwa tagihan PNBP sangat berpeluang untuk dikeluarkan dari ketundukan nya terhadap restrukturisasi hasil PKPU. Sangat beralasan kemudian peluang BOLT untuk mendapatkan restrukturisasi PNBP berdasarkan PKPU menjadi sirna.