Di dalam hukum perdata Indonesia, dalam kaitannya dengan pembayaran, tidak semua kreditor memiliki kedudukan yang sama, beberapa piutang karena sifatnya memiliki hak mendahului piutang yang lain. Perbedaan tingkat piutang ini semakin jelas terlihat dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”) dan Kepailitan. Penerapan kedudukan debitor ini berkaitan erat dengan konsep jaminan umum yang diterapkan dalam KUHPerdata kita. Berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata yang mengatur seluruh harta benda debitor merupakan jaminan atas utangnya. Debitor-debitor dengan hak mendahului ini memiliki hak khusus dari jaminan umum dalam Pasal 1131 KUHPerdata ini.
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, berikut beberapa contoh kreditor dengan jaminan umum.
KUHPerdata
Berdasarkan KUHPerdata, kreditur preferen merupakan kreditur yang mempunyai hak mendahului karena sifat piutangnya oleh undang-undang diberi kedudukan istimewa. Hak istimewa yang dimaksud menurut Pasal 1134 KUH Perdata adalah suatu kedudukan istimewa dari seorang kreditur yang diberikan oleh undang-undang, yang menyebabkan ia berkedudukan lebih tinggi daripada yang lainnya. Kreditur preferen terdiri dari kreditur preferen khusus yang diatur dalam Pasal 1139 KUH Perdata, dan kreditur preferen umum yang diatur dalam Pasal 1149 KUH Perdata.
UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Pada ketentuan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undan ini menjelaskan bahwa negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak. Pada Pasal 21 ayat (3) menjelaskan bahwa hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:
- Biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau tidak bergerak
- Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud, dan/atau
- Biaya perkara yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan
Berdasarkan penjabaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa tagihan pajak adalah hak istimewa yang didahulukan dari piutang para kreditur separatis.
UU NO. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang ini mengatur bahwa perusahaan yang dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Kemudian, Pasal 95 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga telah diuji secara materil oleh Mahkamah Konstitusi yang amarnya menyatakan bahwa Pasal 95 ayat (4) bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “pembayaran upah pekerja/buruh yang terhutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur separatis”;
Selain hal-hal di atas, terdapat hak-hak khusus lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia.