Baru-baru ini Mahkamah Agung RI mengeluarkan aturan baru mengenai Tata Cara Pengajuan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak. Aturan ini termuat dalam PERMA No 7 tahun 2018 tanggal 4 Desember 2018 yang menggantikan PERMA No 3 tahun 2002. Apa saja hal baru yang ada dalam PERMA 7 Tahun 2018 yang akan mempengaruhi proses penyelesaian sengketa pajak?
Penyelesaian Sengketa Pajak di Indonesia
Definisi sengketa pajak dijelaskan Pasal 1 angka 5 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang berbunyi: “Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.”
Dari penjelasan diatas, Sengketa Pajak adalah sengketa dalam bidang perpajakan antara wajib pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak, dimana jenis-jenis sengketa pajak adalah Banding atau gugatan.
Aturan yang dipergunakan dalam penyelesaian sengketa pajak di Indonesia adalah sebagai berikut:
- UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan(KUP)
- Permenkeu No. 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan
- UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
Mekanisme Banding Dan Gugatan Dalam Sengketa Pajak
Mekanisme banding dan gugatan dalam sengketa pajak adalah sebagai berikut:
1.Keberatan kepada Dirjen Pajak
Menurut Pasal 12 ayat (1) UU KUP, setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Yang dimaksud Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (Pasal 1 angka 15 UU KUP).
Kadangkala terjadi selisih perhitungan pajak yang terutang menurut wajib pajak dan pihak kantor pelayanan pajak. Terhadap hal ini wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak (Pasal 25 ayat [1] UU KUP).
Tata cara pengajuan keberatan dan penyelesaian diatur lebih lanjut melalui Permenkeu No. 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan. Jika wajib pajak tidak puas dengan keputusan Dirjen Pajak atas keberatan yang diajukan, wajib pajak hanya dapat mengajukan banding kepada pengadilan pajak (Pasal 27 ayat [1] UU KUP).
Tata cara pengajuan keberatan diatur melalui Permenkeu No. 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan. Jika wajib pajak tidak puas dengan keputusan Dirjen Pajak atas keberatan yang diajukan, wajib pajak hanya dapat mengajukan banding kepada pengadilan pajak (Pasal 27 ayat [1] UU KUP).
Dengan demikian, Banding dalam sengketa pajak adalah kelanjutan dari proses keberatan kepada Direktorat jenderal Pajak.
2.Gugatan ke Pengadilan Pajak
Sedangkan, perkara gugatan merupakan perkara yang diajukan wajib pajak atau penanggung pajak terhadap (Pasal 31 ayat [3] UU 14/2002 jo Pasal 23 ayat [2] UU KUP):
- pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
- keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
- keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 (UU KUP); atau
- penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pengadilan pajak merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak (Pasal 33 ayat [1] UU 14/2002). Karena itu, upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan banding maupun putusan gugatan Pengadilan Pajak adalah Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung (MA).
Aturan Baru Dalam Upaya Hukum Peninjauan Kembali Atas Putusan Pengadilan Pajak
Seperti yang diketahui upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan banding maupun putusan gugatan Pengadilan Pajak adalah Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung (MA). Mahkamah Agung RI telah memiliki aturan baru pengajuan peninjauan kembali putusan pengadilan pajak dalam PERMA No 7 tahun 2018 yang menggantikan PERMA No 3 tahun 2002. Terdapat hal-hal yang diatur dalam PERMA 7 tahun 2018 untuk melengkapi PERMA 3 tahun 2002. Bahwa hal-hal baru tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
- Dalam pasal 1 Ketentuan Umum terdapat 7 angka dimana 3 angka yang menambah ketentuan PERMA 3/2002 sebagai berikut:
- angka 1 menjelaskan mengenai Penjelasan Pengadilan Pajak
- angka 6 menjelaskan mengenai Surat Pernyataan bukti tertulis baru
- angka 7 menjelaskan mengenai hari kalender
- Dalam Pasal 2 menjelaskan bahwa Pengadilan Pajak berkedudukan di Ibukota Negara;
- Dalam Pasal 3 menambahkan:
- Permohonan Peninjauan Kembali putusan Pengadilan Pajak diajukan kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dengan diantar secara langsung.;
- Permohonan Peninjauan Kembali diajukan 1 (satu) kali. kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak;
- Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak;
- Permohonan Peninjauan Kembali dapat dicabut sebelum diputus dan dalam hal sudah dicabut permohonan Peninjauan Kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi;
- Hukum acara yang berlaku pada pemeriksaan Peninjauan Kembali adalah hukum acara pemeriksaan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Mahkamah Agung, kecuali yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
- Dalam Pasal 7 ditambahkan mengenai Pernyataan ditemukannya bukti tertulis harus dilakukan di bawah sumpah dan disahkan Hakim Pengadilan Pajak dengan dituangkan dalam berita acara pengambilan sumpah;
Dari Ketentuan baru yang diatur dalam PERMA No 7 tahun 2018 tersebut, terdapat hal-hal baru yang tentunya akan mempengaruhi dan menyempurnakan proses penyelesaian sengketa pajak. Hal-hal baru tersebut akan mempermudah proses penyelesaian sengketa pajak di tingkat peninjauan kembali di Mahkamah Agung RI.