MENGENAL TINDAKAN FAKTUAL PEMERINTAH SEBAGAI OBJEK SENGKETA TATA USAHA NEGARA

Pada saat diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (“UU Peratun”), kita mengenal objek sengketa Tata Usaha Negara hanya sebatas sebagai suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Padahal, UU Peratun telah mendapatkan perubahan sebanyak 2 (dua) kali, yakni pada tahun 2004 dan 2009.

Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU Administrasi Pemerintahan”), objek sengketa Tata Usaha Negara telah mendapatkan perluasan. Pasal 87 huruf a UU Administrasi Pemerintahan telah memperkenalkan Tindakan Faktual sebagai Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan objek sengketa Tata Usaha Negara. Hal ini tentu menjadi angin segar bagi para pencari keadilan dalam lingkup Tata Usaha Negara.

Dalam UU Administrasi Pemerintahan, tidak diatur secara jelas definisi dari tindakan faktual. Namun, Pasal 1 angka 8 UU Administrasi Pemerintahan mengartikan Tindakan Administrasi Pemerintahan yang selanjutnya disebut sebagai Tindakan, adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.

Sebagai bentuk tindak lanjut dari diundangkannya UU Administrasi Pemerintahan, Mahkamah Agung RI kemudian mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor : 2 tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) (“PERMA No. 2/2019”).

Dalam prosedurnya, PERMA No. 2/2019 juga menegaskan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang mengadili sengketa Tindakan Pemerintahan setelah upaya administratif ditempuh sebagaimana dimaksud dalam UU Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Administrasi Pemerintahan Setelah Menempuh Upaya Administratif. Artinya, Masyarakat yang hendak mengajukan gugatan atas tindakan faktual pemerintah, tetap harus mengajukan keberatan dan banding kepada Pejabat atau atasan Pejabat yang melakukan tindakan faktual sebelum mengajukan gugatan.

Perlu diingat, Masyarakat yang hendak mengajukan gugatan secara tertulis atas tindakan faktual pemerintah harus mencantumkan alasan bahwa tindakan dimaksud bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB).

Atas tindakan faktual pemerintah, harus diyakini terlebih dahulu siapa subjek hukumnya sehingga menjadi lebih jelas siapa pihak yang digugat dalam hal terdapat tindakan faktual pemerintah yang dirasa melawan hukum dan merugikan. Berdasarkan Pasal 1 angka 7 PERMA No. 2/2019, Tergugat adalah Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya yang melakukan Tindakan Pemerintahan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh Warga Masyarakat.

Lantas, bagaimana cara mengidentifikasi suatu tindakan faktual pemerintah yang dapat menjadi objek sengketa Tata Usaha Negara?

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh Penulis, terdapat beberapa perkara Tata Usaha Negara dengan Tindakan Faktual sebagai objek sengketa. Sebagai contoh, Perkara Nomor : 230/G/TF/2019/PTUN-JKT antara Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dkk, melawan Menteri Komunikasi dan Informatika RI.

Perkara ini berawal pada tanggal 19 Agustus 2019, dimana Menteri Komunikasi dan Informatika RI melakukan throttling atau pelambatan akses / bandwidth dan pemblokiran layanan data dan / atau pemutusan akses internet di beberapa wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua, dengan alasan untuk mencegah penyebaran hoax (berita bohong) yang memicu aksi. Tindakan dimaksud mengakibatkan kerugian bagi Penggugat, dimana menurut Penggugat, aktifitas jurnalistik dari beberapa anggota Penggugat menjadi terganggu.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika RI merupakan perbuatan melanggar hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

Selanjutnya, pada perkara Nomor : 60/G/TF/2022/PTUN-BDG antara H. Agus Suratman, dkk, melawan Kepala Desa Pasir Jambu, dkk. Objek gugatan dalam perkara ini adalah tindakan Kepala Desa Pasir Jambu yang melakukan Pencoretan Persil atas Letter C pada Buku Desa Pasirjambu yang di klaim merupakan bagian dari harta warisan Penggugat. Karena tindakan tersebut, Penggugat merasa dirugikan karena hilangnya hak Penggugat atas tanah.

Majelis Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung memberikan pertimbangan hukum yang menyatakan sebagai berikut :

“Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, maka Majelis Hakim berkesimpulan tindakan faktual Tergugat yaitu pencoretan Persil 20, D.II, luas : 635 da (enam ratus tiga puluh lima deka are), Kohir No. 780, atas nama Aisah Hj. bt H. Umar pada Buku Letter C Desa Pasirjambu dengan frasa “dipake ka Desa”, Desa Pasirjambu, Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung adalah perbuatan melanggar hukum;”

Contoh lainnya adalah pada perkara Nomor : 23/G/TF/2020/PTUN.Pbr antara Perkumpulan Kelompok Tani Tuasai melawan Kepala Seksi Wilayah II Pekanbaru Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah Sumatera. Tindakan penghentian aktivitas pekerjaan dan pelarangan pemanfaatan lahan untuk pembangunan dan pengembangan perkebunan rakyat pola swadaya atau kemitraan dengan pihak swasta oleh Perkumpulan Tani Tuasai yang dilakukan oleh BPPHLHK Wilayah Sumatera digugat sebagai objek sengketa TUN. BPPHLHK Wilayah Sumatera berdalih penghentian aktivitas dimaksud karena Lahan/Areal Penggugat merupakan Kawasan Hutan Provinsi Riau. Namun menurut Penggugat, perbuatan Tergugat melawan hukum karena Tergugat bertindak tanpa adanya Berita Acara Tata Batas Temu Gelang.

Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa tindakan faktual atau perbuatan konkret yang dilakukan oleh BPPHLHK Wilayah Sumatera merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Majelis Hakim mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya. Putusan ini juga sudah dikuatkan pada tingkat banding dan kasasi. Pada tingkat Peninjauan Kembali, Majelis Hakim juga menolak Permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh BPPHLHK Wilayah Sumatera.

Kesimpulan

Keputusan Tata Usaha Negara sebagai objek sengketa TUN yang diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan jelas mempermudah Masyarakat untuk mengajukan gugatan atas adanya suatu tindakan faktual oleh Penguasa. Di sisi lain, UU Administrasi Pemerintahan juga mempermudah tugas Hakim guna  mengidentifikasi dan mengadili suatu perkara tindakan faktual.

Sejak diundangkannya UU Administrasi Pemerintahan, Pejabat dan/atau Badan Pemerintahan dituntut untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan penyelenggaran Pemerintahan dengan terus mengacu pada peraturan perundang-undangan, dan asas-asas umum pemerintahan yang baik, karena Keputusan Tata Usaha Negara baik yang menimbulkan akibat hukum maupun yang berpotensi menimbulkan akibat hukum dapat digugat sebagai Objek TUN.

Leave a Reply

× How can I help you?