Tidak dapat dipungkiri, selama tahun 2020 ini hampir seluruh industri terkena dampak pandemi COVID-19 yang mulai terasa sejak bulan Maret tahun ini. Di tengah permasalahan ini, kepercayaan pelaku usaha untuk memilih PKPU dan Kepailitan sebagai metode penyelesaian permasalahan terkait utang/piutang semakin meningkat. Dari statistik perkara yang dipublikasikan oleh lima Pengadilan Niaga di Indonesia, perkara PKPU meningkat sebesar 36,28% dari 425 permohonan di tahun 2019 menjadi 667 permohonan. Sedangkan kepalitan tumbuh 6,06% dari 124 permohonan di tahun 2019 menjadi 132 perkara di tahun 2020 ini.
Chart 1: Jumlah permohonan PKPU dan Pailit di masing-masing Pengadilan Niaga pada tahun 2019 dan 2020
Dari segi sektor industri, kami mencatat perusahaan pengembang properti masih mendominasi perkara kepailitan/PKPU di Pengadilan Niaga. Jika dilihat dari sisi jumlah, nilai dan perhatian publik, para kreditor dari perusahaan pengembang masih memilih PKPU sebagai metode penyelesaian pembayaran tagihannya. Sektor-sektor lainnya yang cukup banyak menjadi termohon dalam perkara PKPU dan pailit antara lain manufaktur, retail dan jasa.
Perkara PKPU menjadi pilihan karena sering dianggap sebagai metode penyelesaian yang relative lebih singkat. Pemohon PKPU dapat menerima putusan PKPU dalam jangka waktu yang lebih cepat dan pasti dibandingkan perkara perdata. Namun yang menjadi catatan, Pemohon PKPU perlu memperhatikan status tagihan, jumlah aset serta jumlah kreditor termohon untuk menentukan recovery rate yang mungkin diterima oleh Pemohon.
Terhadap perkara PKPU yang berakhir dengan perdamaian yang kemudian disusul dengan pengesahan (homologasi), hal tersebut akan menjadi suatu perikatan baru antara kreditor dan debitor yang dapat mengatur tata cara pengembalian utang milik kreditor tersebut.
************