Sikap Mahkamah Agung terkait kedudukan Jaminan Perorangan (Borgtocht) dalam Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Sebagai bagian agenda tahunan Mahkamah Agung Republik Indonesia (“MARI”), pada tanggal 17 Desember 2024, MARI telah menetapkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2024 tentang Pemberlakuan Hasil Rumusan Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2024 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan (“SEMA 2/2024”). Terdapat beberapa hasil rumusan yang diatur dalam SEMA ini, salah satunya adalah terkait dengan kedudukan jaminan perorangan (Borgtocht) dalam kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”). Terkait dengan hal tersebut, MARI memberikan rumusan sebagai berikut:

  1. Penjamin (borgtocht) untuk kreditor tertentu hanya mempunyai kewajiban untuk menjamin sebatas utang debitor kepada kreditor tertentu tersebut, sehingga tidak mempunyai kewajiban menjamin terhadap seluruh utang debitor kepada kreditor-kreditor yang lainnya.
  2. Terhadap aset milik penjamin/pihak ketiga, tidak dapat dimasukkan sebagai boedel pailit, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Rumusan MARI tersebut di atas telah sejalan dengan Pasal 1822 KUHPer yang pada intinya mengatur bahwa penanggung tidak dapat mengikatkan diri dalam perjanjian dengan syarat-syarat yang lebih berat dan tidak dapat atas jumlah yang melebihi utang atau dengan syarat-syarat yang lebih. Sebagai konsekuensinya, rumusan MARI ini diduga  akan melahirkan pandangan atau dalil baru  bahwa  penjamin (guarantor) tidak dapat turut ditempatkan sebagai pihak termohon dalam PKPU.  Selain itu dalam hal terjadi kepailitan, harta benda borghtocht, menurut rumusan MARI di atas tidak memenuhi syarat untuk diperlakukan sebagai harta pailit (boedel).

Namun, yang perlu menjadi perhatian adalah dalam praktiknya, tidak semua jaminan pribadi (borgtocht) memiliki kedudukan yang sama. Sangat umum dalam akta jaminan pribadi, Penjamin menyatakan dirinya melepaskan hak-hak istimewa penjamin yang diatur dalam Pasal 1831, 1837, 1847, 1848 dan 1849 KUHPer seperti hak untuk menuntut terlebih dahulu agar aset dibitur disita dan dilelang sebelum diminta melaksanakan jaminan pribadi.

Dalam penerapan di Pengadilan Niaga selama ini, penjamin pribadi yang telah melepaskan hak istimewanya dapat ditempatkan sebagai Termohon dalam PKPU atau kepailitan, sebagaimana telihat dalam pertimbangan MARI dalam Putusan No. 141 PK/Pdt.Sus/Pailit/2016 antar Arifin selaku Pemohon PK/Termohon Pailit melawan PT Bank Mayapada Internasional, Tbk. selaku Termohon PK/Pemohon Pailit tertanggal 10 Januari 2017, sebagai berikut:

“…Pemohon Peninjauan Kembali sebagai Debitor dan Guarantor/Penjamin Hutang berdasarkan Jaminan Pribadi (borgtocht) Nomor 107 tanggal 28 September 2012 telah melepaskan hak-hak istimewanya sehingga Pemohon Peninjauan Kembali selaku Penjamin adalah bertanggung jawab dengan semua harta kekayaan untuk pelunasan semua kewajiban yang harus dibayar oleh PT Mitra Usaha Cemerlang kepada Termohon Peninjauan Kembali, dengan demikian bila tidak membayar hutang tersebut dapat dinyatakan pailit.”

Selanjutnya kita akan menunggu perkembangan putusan-putusan di Pengadilan Niaga terkait kedudukan borgtocht dalam  permohonan PKPU dan kedudukan harta pihak ketiga dalam kepailitan yang selama ini terus menerus diperdebatkan. Rumusan dalam SEMA 2/2024 di atas kami pandang masih memberikan ruang penafsiran.

************

Leave a Reply

× How can I help you?