Mimpi untuk menghadirkan sistem peradilan yang sederhana, cepat dan berbiaya ringan perlahan-lahan mulai terwujud. Hal ini terlihat dengan dimulai nya suatu era penyelesaian gugatan sederhana atau yang diberi istilah Small Claim Court . Mahkamah Agung telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 2 tahun 2015 yang memungkinkan dilaksanakannya suatu pemeriksaan gugatan perdata dengan hakim tunggal dan tidak tersedia upaya banding maupun kasasi.
Namun demikian Perma no.2 tahun 2015 membatasi perkara-perkara mana saja yang dapat diajukan untuk diperiksa dalam perkara gugatan sederhana ini. Gugatan yang dapat diperiksa secara sederhana ini adalah gugatan cidera janji atau perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Selain itu perkara yang merupakan kewenangan pengadilan khusus contohnya seperti Pengadilan Hubungan Industrial dan Pengadilan Niaga tidak dapat diperiksa dalam perkara sederhana. Begitu pula dengan perkara sengketa tanah juga tidak dapat diajukan untuk diperiksa secara sederhana. Efektif tidak nya penyelesaian gugatan secara sederhana ini akan banyak ditentukan oleh Hakim.
Azas hakim pasif yang mendasari Hukum Acara Perdata kita tidak berlaku disini. Justru menurut pasal 14 Perma, Hakim wajib berperan aktif memberikan penjelasan dan menuntun para pihak dalam pembuktian. Perma juga mengatur bahwa perkara gugatan sederhana ini harus dapat diselesaikan paling lama 25(dua puluh lima) hari kerja sejak hari sidang pertama. Atas putusan perkara ini tidak tersedia upaya banding. Pihak yang tidak puas hanya dapat mempergunakan kesempatan untuk mengajukan keberatan di Pengadilan yang memeriksa. Putusan atas keberatan atau putusan yang tidak diajukan keberatan akan menjadi putusan akhir yang bersifat fina dan mengikat (final and binding). Pencari keadilan tentu nya akan sangat terbantu dengan adanya pranata small claim court ini.
Kesan bahwa berperkara perdata hanya sebatas untuk objek perkara yang mahal dan besar sudah dapat dikesampingkan. Namun sayangnya Perma No.2 tahun 2015 tidak menunjukkan adanya terobosan berkaitan dengan eksekusi putusan. Untuk eksekusi putusan yang tidak suka rela, Perma tetap merujuk kepada prosedur yang berlaku selama ini sesuai Hukum Acara Perdata yang berlaku. Tanpa adanya terobosan baru terkait eksekusi bisa jadi proses small claim court tetap tidak murah dan tidak sederhana.