SRITEX Pailit, Apakah Ada Peluang Untuk Diselamatkan?

Akhir-akhir ini Indonesia dikejutkan dengan berita pailitnya perusahaan Sritex atau PT Sri Rejeki Isman Tbk. Sritex merupakan perusahaan yang sudah berdiri sejak tahun 1966 dan bergerak di bidang tekstil dan garmen. Tidak mengherankan mengapa pailitnya Sritex mengejutkan publik di Indonesia. Pasalnya, Sritex merupakan salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Pada saat dipailitkan, ada sekitar 14.112 karyawan yang akan terdampak secara langsung dan 50.000 karyawan yang berada dalam Grup Sritex yang mana keberlangsungan aktivitasnya bergantung pada Sritex.[1]

Sebelumnya pada tanggal 6 Mei 2021, Sritex telah dinyatakan berada dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”). Selanjutnya pada tanggal 25 Januari 2022, telah tercapai perdamaian antara Sritex dengan para debitornya yang disahkan dalam Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor : 12/Pdt.Sus-PKPU/2021.PN Niaga.Smg., tanggal 25 Januari 2022

Namun pada tanggal 2 September 2024, PT Indo Bharat Rayon selaku Kreditor dari Sritex mengajukan permohonan pembatalan perdamaian (homologasi) terhadap Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor : 12/Pdt.Sus-PKPU/2021.PN Niaga.Smg., tanggal 25 Januari 2022 mengenai Pengesahan Rencana Perdamaian (homologasi). Permohonan tersebut dikabulkan oleh Pengadilan Niaga Semarang dan Sritex dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor : 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.

Presiden Indonesia Prabowo Subianto juga menyoroti kepailitan yang dialami oleh Perusahaan Sritex. Prabowo pun berencana untuk menyelamatkan perusahaan dan karyawan yang terdampak atas kepailitan tersebut. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah ada upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan Sritex yang sudah dipailitkan berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Semarang?

Upaya Hukum Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor : 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. 

Berdasarkan ketentuan Pasal 170 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan dan PKPU”), menyatakan bahwa Kreditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan apabila Debitor lalai memenuhi isi perdamaian tersebut.

Lebih lanjut berdasarkan Pasal 171 UU Kepailitan dan PKPU, Tuntutan pembatalan perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 ayat (1) juga wajib diajukan dan ditetapkan dengan cara yang sama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 untuk permohonan pernyataan pailit.

Bahwa ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU yang menyatakan sebagai berikut :

Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung.”

Berdasarkan hal tersebut, maka pengajuan upaya hukum kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU berlaku bagi pailit yang diakibatkan oleh pembatalan perdamaian. Sehingga, Sritex berhak untuk mengajukan kasasi terhadap Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor : 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.

Upaya hukum kasasi juga wajib diajukan paling lambat 8 (delapan) hari sejak putusan pernyataan pailit diucapkan.

Selain Debitor (dalam hal ini Sritex, dkk) maupun Kreditor (dalam hal ini PT Indo Bharat Rayon) yang merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama, upaya kasasi juga dapat diajukan oleh Kreditor lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama yang tidak puas terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit.

Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, memori kasasi juga wajib disampaikan oleh Pemohon Kasasi pada tanggal permohonan kasasi diajukan.

Lebih lanjut, Terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, juga dapat diajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Hal tersebut diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.

Melansir dari situs resmi SIPP Pengadilan Negeri Semarang, Para Termohon Kasasi (Sritex, dkk) saat ini telah mengajukan upaya hukum kasasi terhadap Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor : 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg, pada tanggal 25 Oktober 2024.

Penerapan Kepailitan Lanjut Usaha (Going Concern) dalam Kepailitan Sritex

Selain daripada pengajuan upaya hukum kasasi, cara lain yang dapat dilakukan guna menyelamatkan Sritex adalah dengan menerapkan asas kelangsungan usaha atau yang biasa disebut sebagai going concern. Timbul pertanyaan lebih lanjut, apa yang dimaksud dengan going concern?

Pasal 104 UU Kepailitan dan PKPU menerangkan sebagai berikut :

  • Berdasarkan persetujuan panitia kreditor sementara, Kurator dapat melanjutkan usaha Debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
  • Apabila dalam kepailitan tidak diangkat panitia kreditor, Kurator memerlukan izin Hakim Pengawas untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Perlu menjadi perhatian, going concern hanya dapat diterapkan sepanjang usulan Kurator untuk melanjutkan usaha debitor yang dinyatakan pailit disetujui oleh panitia kreditor, atau apabila tidak ada panitia kreditor, maka kurator harus mendapatkan izin dari Hakim Pengawas.

Namun dalam memutuskan untuk meneruskan usaha debitor pailit, terdapat beberapa tantangan yang perlu dipikirikan secara matang terlebih dahulu oleh Kurator. Apakah dengan meneruskan usaha dari Sritex akan mendatangkan lebih banyak income, atau justru malah mendatangkan utang baru?.

Dalam satu dua proses kepailitan pada perusahaan lain terdapat kisah sukses proses going concern yang dapat menyelamatkan debitur dari pelelangan aset akibat dari kepailitan. Selain itu, perlu dipertimbangkan pula oleh Kurator terkait nilai jual dari aset-aset yang dimiliki oleh Sritex. Apakah aset-aset yang dimiliki oleh Sritex akan bertambah nilai jualnya apabila Sritex tetap menjalankan usahanya (going concern). Suatu usaha yang going concern cenderung memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan usaha yang stop beroperasi karena memiliki aset tidak berwujud (intangible assets) yang bernilai tinggi.

Dengan demikian niat Presiden Prabowo untuk menyelamatkan Sritex terlihat masih memiliki peluang dari sudut pandang hukum kepailitan. Namun disamping itu tentu pemerintah perlu melakukan upaya-upaya intervensi melalui regulasi untuk membangkitkan bisnis sritex dan industry tekstil Indonesia agar terhindar dari kebangkrutan.

[1] https://www.detik.com/bali/bisnis/d-7607558/nasib-50-000-karyawan-sritex-setelah-perusahaan-diputus-pailit, diakses pada tanggal 29 Oktober 2024

Leave a Reply

× How can I help you?